Pseudohiperkalemia pada Leukemia

, , Leave a comment

Bapak Adi, usia 53 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan gigi bengkak sejak satu bulan yang lalu. Dia juga mengeluh badan pucat dan sering merasa lemas satu minggu terakhir. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan Hb 6,5 g/dl, leukosit 143.000/ul, dan trombosit 65.000/ul. Dokter poliklinik menyarankan Bapak Adi untuk opname dan diberikan pengantar untuk pemeriksaan BMA dan laboratorium lengkap termasuk elektrolit. Simpulan dari pemeriksaan BMA adalah leukemia monoblastik akut (AML-M5) dan pada pemeriksaan laboratorium yang lain menunjukkan peningkatan asam urat, LDH, dan hiperkalemia berat (7,9 mEq/L). Dokter yang merawat ragu akan hasil kalium pasien karena denyut jantung normal dan pada EKG tidak didapatkan kelainan seperti T yang tinggi atau pelebaran kompleks QRS. Setelah dilakukan pengulangan pemeriksaan dengan perhatian khusus, ternyata hasil kalium pasien normal. Apa yang menyebabkan tingginya kadar kalium pada pemeriksaan pertama?

Secara garis besar hiperkalemia dibagi menjadi dua, true hyperkalemia (benar-benar hiperkalemia) dan pseudohiperkalemia (hiperkalemia palsu). Hiperkalemia merupakan kondisi berbahaya yang beresiko tinggi aritmia dan henti jantung, sehingga harus segera dikenali dan diatasi. Dalam interpretasi kadar kalium harus dilihat kesesuaiannya dengan klinis pada pasien. Gambaran klinis yang bisa ditemui pada pasien dengan hiperkalemia diantaranya adalah badan lemah, parastesia, paralisis, palpitasi, dan aritmia. Hiperkalemia juga menimbulkan kelainan pada gambaran EKG seperti gelombang T tinggi, segmen PR memanjang, kompleks QRS memanjang, ST elevasi, sampai asistole. Pseudohiperkalemia patut dicurigai jika berbagai gambaran klinis di atas dan kelainan EKG tidak ditemukan pada pasien.

Gambaran EKG pada Hiperkalemia

Pseudohiperkalemia merupakan salah satu kesalahan preanalitik yang sering terjadi,  disebabkan adanya peningkatan kadar kalium secara in vitro. Kesalahan menginterpretasi pseudohiperkalemia sebagai true hyperkalemia dapat menyebabkan terjadinya kesalahan terapi yang dapat menginduksi terjadinya hipokalemia pada pasien. Sebagian besar penyebab pseudohiperkalemia adalah akibat kerusakan mekanik sel darah merah yang menyebabkan hemolisis, baik itu akibat sulitnya pengambilan darah dan pemakaian tourniquet yang terlalu lama atau ketat,  dan penggunaan pneumatic tube.

Kejadian pseudohiperleukemia juga patut diwaspadai pada pasien dengan keganasan hematologi. Penyebabnya dapat karena eritrositosis, trombositosis,atau leukositosis yang sangat tinggi. Pada kasus Bapak Adi di atas kemungkinan penyebab adalah kadar leukosit yang sangat tinggi mencapai ratusan ribu per mikroliter. Bagaimana leukositosis menyebabkan pseudohiperkalemia? Terdapat beberapa mekanisme yang telah dibahas pada beberapa jurnal, yaitu:

  1. terjadinya pelepasan kalium secara in vitro dari leukosit yang lisis pada saat proses pembekuan.
  2. kadar leukosit yang sangat tinggi meningkatkan konsumsi bahan metabolit yang mengganggu aktivitas pompa Na+K-ATPase sehingga menyebabkan pelepasan kalium dari leukosit.
  3. leukosit pada leukemia lebih rapuh dibandingkan leukosit normal, sehingga sel lebih mudah lisis dan banyak kalium yang keluar dari sel.
  4. pada sampel heparin terdapat fenomena reverse pseudohyperkalemia, dimana terjadi kerusakan leukosit yang diinduksi oleh heparin, menyebabkan kadar kalium tinggi palsu.
Sel blast pada Leukemia lebih rapuh dibandingkan sel normal

Bagaimana cara mengatasi pseudohiperkalemia pada kasus seperti ini? Selain memperhatikan cara pengambilan darah pasien untuk menghindari hemolisis, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan.

  1. sampel harus segera diseparasi dalam waktu kurang dari 2 jam dan segera dianalisa.
  2. sampel diletakkan pada box cooler pada saat pengiriman
  3. tidak menggunakan pneumatic tube untuk mengurangi kerusakan sel secara mekanis
  4. jika pseudohiperkalemia ditemukan pada penggunaan sampel heparin (plasma), bisa digunakan sampel serum
  5. analisa elektrolit menggunakan alat POCT sehingga sampel tidak perlu disentrifus, proses analisa cepat, dan mengurangi waktu pengiriman.

Semoga bermanfaat.

Sumber:

Liamis G, Liberopoulos E, Barkas F, and Elisaf M. 2013. Spurious Electrolyte Disorders: A Diagnostic Challenge for Clinicians. Am J Nephrol 38:50–57

Meng HQ and Wagar EA. 2014. Pseudohyperkalemia: A new twist on an old phenomenon. Crit Rev Clin Lab Sci, Early Online: 1–11

 

Leave a Reply