Saya teringat salah satu tugas ketika masih menjalani pendidikan profesi dokter dulu, biasa disebut dokter muda, yaitu menghangatkan kantong darah. Empat kantong darah baru datang dari bank darah untuk diberikan ke salah satu pasien di UGD. Saya bersama teman kebagian tugas menghangatkan dengan cara “mengempit” kantong darah yang masih dingin karena baru keluar dari kulkas, masing-masing dua kantong, ketiak kiri dan kanan. Setelah sekitar 15 menit “mengempit“, kantong darah menjadi tidak dingin lagi (dan kami berdua jadi kedinginan), darah baru diberikan ke pasien. Itu cuma cerita lama yang mungkin sekarang sudah tidak dipraktikkan lagi.
Sejarah menghangatkan kantong darah ternyata sudah umum dikerjakan sejak awal tahun 1960an, ketika berbagai makalah mempublikasikan bahayanya efek hipotermia setelah pemberian transfusi darah yang dingin. Pada tahun-tahun tersebut pemberian transfusi darah memang sebagian besar berupa whole blood (WB) dimana satu kantong darah berisi 350-450 ml darah, sedangkan sekarang WB sudah jarang digunakan. Sebagian besar transfusi saat ini menggunakan packed red cell (PRC) yang hanya berisi 150-200 ml darah. Jadi sekarang untuk menaikkan kadar hemoglobin (Hb) menggunakan PRC hanya membutuhkan setengah volume dari praktik transfusi dahulu yang masih menggunakan WB.
Apakah sekarang ini menghangatkan darah masih diperlukan?
Ada dua kepentingan yang berbeda terkait hal ini. Petugas bank darah ingin darahnya agar tetap dingin sampai benar-benar akan ditransfusikan, sedangkan dokter ingin menghindari kemungkinan terjadinya efek hipotermia yang bisa membahayakan pasien. Kedua alasan tersebut benar. Menghangatkan darah, apalagi jika terlalu lama, dapat mempercepat kerusakan sel darah merah dan dapat mempercepat pertumbuhan kuman kontaminan. Pada saat yang sama, proses resusitasi pasien yang membutuhkan transfusi masif dan cepat bisa menyebabkan hipotermia yang fatal. Sehingga bisa diambil jalan tengah, yaitu menghangatkan darah bisa dilakukan hanya jika ada indikasi klinis.
Kecepatan pemberian satu kantong darah PRC sekitar 1-3 jam dan hingga saat ini tidak ada bukti manfaat menghangatkan darah dalam kecepatan ini. Darah tidak perlu dihangatkan sampai suhu ruang karena ketika darah masuk ke pembuluh darah vena kecil, tubuh akan “menghangatkan” sendiri darah tersebut sampai sama dengan suhu tubuh normal sebelum mencapai pembuluh darah besar. Selain itu, aliran darah yang panjang melalui selang infus juga membantu darah lebih cepat mencapai suhu ruang.
Kapan menghangatkan darah dilakukan?
Pada transfusi darah dengan kecepatan lebih dari 100 mL per menit, pemberian darah yang masih dingin dapat meningkatkan terjadinya risiko henti jantung. Secara umum, menghangatkan darah dilakukan pada kondisi berikut:
- Transfusi cepat dan masif (volume besar)
- dewasa: lebih dari 50 mL/kg/jam
- anak-anak: lebih dari 15 mL/kg/jam
- Transfusi tukar pada bayi
- Pasien dengan cold agglutinin (pada pasien AIHA tipe cold)
Bagaimana menghangatkan darah dengan benar?
Darah tidak boleh “dikempit” atau malah dihangatkan pada mangkok yang berisi air panas yang bisa menyebabkan kerusakan sel darah merah. Darah hanya boleh dihangatkan dengan alat yang disebut blood warmer. Blood warmer harus memiliki termometer yang mudah dilihat, memiliki alarm, dan harus rutin dirawat. Alarm dan termometer untuk memastikan darah tidak dihangatkan lebih dari 41°C. Ada tiga jenis blood warmer, yaitu waterbath, dry plate, dan iv-line dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Semoga bermanfaat.
Sumber:
- WHO Clinical use of blood
- Blood warming: current applications and techniques.
Leave a Reply