Pemeriksaan Laboratorium untuk Tatalaksana HIV Berdasarkan KMK 2019

, , 6 Comments

Beberapa waktu yang lalu telah diterbitkan keputusan menteri kesehatan yaitu KMK RI no. HK.01.07/Menkes/90/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana HIVPedoman ini dibuat dengan tujuan sebagai pedoman dalam diagnosis dan tata laksana HIV di setiap strata fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk bidang patologi klinik, pedoman ini bertujuan memberikan rekomendasi berbasis bukti tentang diagnosis HIV, dengan berdasarkan rekomendasi WHO.

Highlight pedoman ini di bidang diagnostik di antaranya:

  1. Metode pemeriksaan serologis dalam tes diagnosis HIV. Metode yang sering digunakan adalah rapid immunochromatography test (tes cepat) dan EIA (enzyme immunoassay) yang bertujuan mendeteksi antibodi saja (generasi pertama) atau antigen dan antibodi (generasi ketiga dan keempat). Metode western blot sudah tidak digunakan sebagai standar konfirmasi diagnosis HIV lagi di Indonesia. Kombinasi tes cepat atau kombinasi tes cepat dan EIA dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi EIA/western blot.
  2. Metode pemeriksaan virologis untuk tes diagnosis HIV pada bayi. Bisa secara kualitatif (DNA) atau kuantitatif (RNA).  Hasil pemeriksaan HIV dikatakan positif apabila pemeriksaan virologis kuantitatif atau kualitatif terdeteksi HIV.
  3. Diagnosis infeksi HIV pada anak berusia <18 bulan. Diagnosis definitif hanya dapat dilakukan dengan menggunakan tes virologis. Uji serologis tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis definitif infeksi HIV pada anak berusia <18 bulan karena terdapat transfer transplasental antibodi maternal terhadap HIV. Pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki akses uji virologis HIV, diagnosis presumtif infeksi HIV ditegakkan pada anak berusia <18 bulan apabila didapatkan kelainan terkait HIV disertai hasil serologis HIV yang seropositif. Penegakan diagnosis infeksi HIV presumtif harus segera dikonfirmasi secepatnya menggunakan uji virologis (PCR DNA HIV). 
    Alur diagnosis HIV pada anak <18 bulan

     

  4. Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan, remaja dan dewasa. Terdapat tiga jenis tes antibodi dengan hasil
    pemeriksaan anti-HIV dapat berupa reaktif, non-reaktif (negatif), dan tidak dapat ditentukan (inkonklusif)

    Alur diagnosis HIV pada usia di atas 18 bulan
    Rekomendasi diagnosis HIV sesuai kelompok usia

     

  5. Pemeriksaan HIV pasca pajanan.  Tes anti-HIV pada orang yang terpapar dilakukan segera setelah pajanan, bersamaan dengan pemeriksaan hepatitis B dan hepatitis C. Namun, hasil pemeriksaan tidak boleh memperlambat memulai pemberian PPP (pencegahan pasca pajanan).
  6. Pemeriksaan pasca diagnosis HIV.  Sesudah dinyatakan HIV positif, dilakukan pemeriksaan CD4 dan deteksi penyakit penyerta serta infeksi oportunistik. Pemeriksaan CD4 digunakan untuk menilai derajat imunodefisiensi dan menentukan perlunya pemberian profilaksis.
  7. Pemeriksaan penunjang awal memulai terapi ARV, di antaranya CD4, tes BTA, DL, SGPT, kreatinin, HBsAg, GDP, profil lipid, urinalisis, anti-HCV, viral load, VDRL, TPHA dan LFA.
  8. Pemeriksaan laboratorium selama mendapatkan terapi di antaranya CD4, viral load, kreatinin, DL dan HBsAg

 

Pembahasan lebih lengkap tentang pemeriksaan laboratorium saat memulai dan selama terapi ARV akan dibahas pada tulisan terpisah. Pedoman nasional KMK di atas dapat diunduh pada halaman download berikut [Download] KMK RI no. HK.01.07/Menkes/90/2019 tentang PNPK Tatalaksana HIV

Semoga bermanfaat,